Lampung – Proyek pembangunan Rumah susun (Rusun) lanjutan senilai Rp. 11,5 Miliar yang berlokasi dijalan Raden Gunawan, Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Lampung Selatan terkesan minim pengawasan. Pasalnya, berdasarkan pantauan di lokasi pembangunan Rusun milik Kementerian PUPR ini, diduga selain tak merapkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), pihak rekanan juga tidak mengindahkan Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Yakni, diduga tidak memasang papan nama pekerjaan.
Diketahui, papan nama pekerjaan tersebut memuat tentang nama kegiatan, nama perusahaan rekanan, nomor kontrak Kegiatan, nilai kontrak kegiatan, masa pelaksanaan kegiatan dan lokasi kegiatan.

Berdasarkan pengkuan masyarakat sekitar, proyek pembangunan Rusun yang dikerjakan oleh PT. Paramitra Multi Prakasa tersebut sudah berlangsung dari Tahun 2019 yang lalu. Namun, banyak yang tidak mengetahui proyek pembangunan gedung tersebut akan dijadikan Rusun. “Wah. kalau bakal jadi gedung apa saya kurang paham mas. Kalau gak salah jadi kantor kayanya itu,” ujarnya saat ditemui disekitaran proyek Rusun dan meminta namanya untuk tidak diberitakan.
Terpisah, Menanggapi hal ini, Lembaga Gerakan Masyarakat Pemantau Pembangunan Lampung (Gamapela) menyayangkan atas ketidakbecusan PT. Paramitra Mutli Prakasa dalam mengerjakan proyek pembangunan Rusun ini. Menurutnya, pelaku jasa kontrusi seharusnya memahami tentang aturan wajib untuk memasang papan nama pekerjaan. Hal ini, guna memberikan transparansi kepada khalayak ramai agar mengetahui, serta ikut mengawasi berjalannya pembangunan oleh pemerintah. “Segala proyek yang dibiayai oleh Pemerintah, hukumnya wajib untuk memasang papan naman kegiatan. Mulai dari awal sampai akhir pengerjaan,” ujar Ketua Gamapela, Toni Bakrie, Rabu, 10 Febuari 2021.
Selain itu, Toni Bakrie meminta kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada kegiatan tersebut, untuk lebih tegas dalam mengawasi suatu pekerjaan yang dibiayai oleh pemerintah. “Jangan main – main. Semua harus sesuai aturan pokoknya” tutup Bang Tony sapaan akrabnya
Sebelumnya diberitakan, Proyek pembangunan rumah susun lanjutan Provinsi Lampung yang berlokasi di Jalan Raden Gunawan, Desa Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan diduga melanggar Undang – Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1970 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
Berdasarkan pantauan awak media di lokasi proyek milik Kementerian PUPR yang dikerjakan oleh PT. Paramitra Multi Prakasa senilai Rp. 11,5 Milirar tersebut para pekerjanya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD).
Diantaranya, helm keselamatan, Masker, sepatu keselamatan, rompi keselamatan serta sarana lainnya guna melindungi para pekerja agar terhindar dari kecelakaan akibat kelalaian dan kesalahan prosedur kerja. Mirisnya lagi, terlihat beberapa pekerja ada yang menggunakan sandal jepit, yang pastinya sangat membahayakan.
Salah seorang pekerja yang meminta namanya untuk tidak diberitakan mengatakan, PT. Paramitra Multi Prakasa (PMP) tidak pernah memfasilitasi para pekernya APD. “Ga pake mas.” Ujarnya seraya mewanti – wanti agar namanya tidak dikorankan, Senin, 8 Febuari 2021.
Menanggapi hal ini, Lembaga Gerakan Masyarakat Pemantau Pembangunan Lampung (Gamapela) menyayangkan atas ketidakprofesionalan PT. PMP yang tidak memberikan fasilitas APD kepada para pekerjanya. “Indonesia ini negara hukum mas. Apalagi Kesehatan dan Keselamatan Kerja tersebut sangat wajib digunakan untuk melindungi para pekerja dari kecelakaan kerja. Selain itu, K3 pun sudah diatur dalam Undang – undang. Jadi ya harus patuh dong,” tegas Ketua Gamapela, Toni Bakrie.
Toni Bakrie meminta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dari Balai Pengembangan Perumahan untuk memberhentikan proyek yang dibiayai melalui APBN tersebut. “PPK harus berani. Sebab baik dan buruknya suatu pekerjaan amat tergantung pada pengawasan yang dilakukan oleh PPK dan PPTK,” tutupnya.
Terpisah, pihak dari Balai Pengembangan perumahan, Herianto, mengatakan proyek tersebut sudah berlangsung dari Tahun 2020 yang lalu. ” itu bukan saya PPK. Pekerjaannya sampai 2021 memang MTC (Multiyears Contract).” Jelasnya.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan Kepala Balai Pengembangan Perumahan dan Pejabat Pembuat Komitmen dari kegiatan tersebut belum bisa dikonfirmasi.
Tinggalkan Balasan